Impian Kurcaci Tengil
Bulan
itu bersinar begitu indahnya menyinari kegelapan malam. Cahayanya yang elok
memesona setiap pasang mata yang melihatnya. Para prajuritnya semakin menambah
kemegahan sang langit pada malam hari. Aku yang sedang duduk seorang diri
dibawah pohon, satu persatu kuhitung bintang-bintang itu. Berharap kutemukan
bintang yang berbeda.. Kucari dan kucari, namun tetap sama. Hanya terihat
seperti sebuah titik-titik di langit.
Aku
mulai bosan dengan semua ini. Hidup selalu terbawa oleh arus sungai yang aku
sendiri tak tau pasti kemana arah dan tujuan kan ku temui. Aku hanya seperti
budak yang mengikuti takdir tanpa pernah berpikir, bahwa aku bisa menjadi
seorang ratu. Hidupku begitu datar tanpa
ada identitas diri seperti para peraih kesuksesan disana.
Disaat
semua orang sudah berlari mengejar impian mereka. Aku baru sedang mencari
sebuah jati diri. Aku belum menemukan nyawa hidupku. Bahkan diriku sendiri pun
tak tau, apa tujuan aku hidup? Selama ini aku hidup hanya slalu menyusahkan
orangtua. Sebenarnya aku tak apa, tak mempunyai pencapaian hidup yang gemilang.
Hanya saja aku kasihan kepada orangtuaku, dosa apa yang mereka punya hingga
mempunyai kurcaci tengil menyebalkan yang tak bisa memberi prestasi yang
membanggakan.
Setiap
saat aku melihat temanku disana, yang namanya selalu dieluh-eluhkan karena
prestasi gemilang yang mereka raih. Aku slalu berkata dalam hati, betapa
bahagia orangtua mereka melihat anaknya bisa terbang tinggi ke atas awan.
Sedangkan aku disini, hanya berlari dalam alang-alang dan terkadang terjebak
didalamnya tanpa bisa terbang setinggi mereka.
Tak
heran jika semua orang menyebutku kurcaci tengil. Ingin sekali aku melihat orangtuaku tersenyum manis dan
memelukku lantas berkata, “Aku sangat bangga kepdamu”. Namun mungkinkah semua
itu? Apa yang bisa dibbanggakan dari kurcaci tengil seperti ku? Siapa diriku?
Aku masih terus berlari, dan berharap menemukan titik terang yang selama ini
kucari. Oh Tuhan... Aku ini hanya seorang yang egois, pemarah, tak pernah
bersyukur. Pantas saja kau tak memberikan hidayah itu. Aku menerima... Namun
tak dapat kupungkiri didalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku memendam
IMPIAN yang begitu besar.
Setiap
orang terlahir dengan bakatnya masing-masing. Namun aku manusia yang tidak
pernah peka akan hal itu. Mencari setiap sudut ruang bakat itu, aku tidak
pernah menemukan titik terangnya. Semua terlihat remang-remang. Aku tak mau
menjadi pesimis. Namun inilah yang kurasakan saat ini.
Aku
berharap bisa menemukan yang selama ini kucari. Aku tak mau hidup dalam
bayan-bayang kelam. Aku harus menemukan kejelasan. Aku harus mencapai yang tak
pernah tercapai. Aku harus bisa terbang tinggi selayaknya para visoner di luar
sana. Memang aku tak bisa melukis diatas kanvas, Tak bisa merajut bunga-bunga
yang indah, tak bisa bernyanyi dengan merdu, tak bisa menghitung secara tepat,
tak bisa berlari secepat harimau, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa
menuangkan isi hatiku dalam rajutan kalimat yang tak bermakna. Hanya itu yang
ku bisa..
Mungkinkah seorang kurcaci tengill bisa
menggapai Imipiannya? Aku sedang menanti jawaban atas pertanyaan itu.
-Inilah
Aku-
20/5/2014
Comments
Post a Comment
leave comment here..