Mutu pendidikan belum merata, UN dipertahankan.
Kita
tahu bahwa wilayah Indonesia sangat luas. Namun, tidak semua wilayah di
Indonesia memiliki perkembangan pendidikan yang merata. Misalnya saja kita
tengok daerah Papua. Anak kelas 5 SD bahkan masih belum bisa membaca. Tidak
hanya itu, ketika mereka ditanya siapa nama presidan RI mereka pun tak tau.
Kualitas pendidikan disana serba kurang. Kurang tenaga pendidik, teknologi,
serta fasilitas untuk menunjang pendidikan.
Sementara
kita lihat di kota-kota besar di Indonesia. Anak-anak SD sudah bisa bermain hp,
kualitas pendidikan jauh lebih baik, serta teknologi serba mencukupi. Dari dinamika itu, kita dapat menyimpulkan bahwa mutu
pendidikan di Indonesia masih belum merata. Tapi mengapa pemerintah begitu
egois menyamakan indikator kelulusan di seluruh Indonesia dengan UN?? Itu
sangat tidak adil bagi siswa yang masih keterbelakangan pendidikan. Tentu saja
siswa di Papua itu tidak mungkin mengerjaksn soal dengan baik seperti siswa di
kota-kota besar. Bukankah itu sudah menjadikan suatu kesenjangan?
“Sudahlah.
Gue gak butuh proses loe mau bagaimana. Yang penting loe dapat nilai bagus”.
Mungkin secara tidak langsung pemerintah berpesan seperti itu. Bagaimana tidak?
Proses belajar siswa selama tiga tahun, dengan berbagai usaha telah dilakukan
tidak berarti apa-apa. Malah ditentukan hanya 4 hari saja. Akibatnya apa? Cara
kotor pun dilakukan untuk mendapat nilai yang baik. Karena mereka hanya tahu
bahwa nilai yang baik akan diagungkan. Bagaimana dengan proses yang baik? Itu
semua akan diabaikan. Proses itu tidak berlaku di mata pendidikan kita.
Bagaimana
peran para guru yang justru lebih paham tentang kemampuan yang dimiliki para
siswa, malah justru hanya sedikit diikutsertakan dalam keluluasan para
siswanya. Sedangkan UN itu tidak bisa mengetahui bagaimana kemampuan siswa yang
sesungguhnya. Apakah itu tidak rancu? Harusnya
para gurulah yang berhak secara penuh meluluskan para siswanya. Bukan UN!
Sementara
itu, walaupun kita tetap melakukan UN, namun di Perguruan Tinggi kita harus tes
seleksi kembali. Lantas apa gunanya UN?
UN hanya akan menghabiskan anggaran APBN karena UN tersebut tidak
berarti apa-apa untuk kelangsungan hidup kita. Yang ada itu hanya akan membuat
kita stress dengan berbagai ketidakadilan didalamnya. UN tidak akan pernah bisa
mempengaruhi kualitas hidup kita. Toh banyak juga orang yang tidak lulus UN,
malah menjadi orang sukses. Itu semua karena usaha dan bakat yang kita miliki.
Sementara nilai UN yang tinggi juga tidak akan berarti ketika kita mencari
pekerjaan.
Jadi
saya berharap pemerintah mengkaji ulang tentang keberadaan UN. Ratakan dulu
mutu pendidikan di Indonesia. Benahi sistem pendidikan yang ada. Kaji lagi kurikulum yang super banyak dan membuat
siswa stress, menjadi lebih efektif. Siswa itu punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing, tidak mungkin ia bisa menguasai seluruh mapel yang diwajibkan
pemerintah. Siswa bukan dewa. Banyaknya mapel itu malah membuat siswa tidak
karuan dan makin sulit menemukan mana bakat dan kemampuan mereka yang
sesungguhnya.
Hmm
tapi yang jelas pemerintah itu jauh lebih pintar dari aku. AKu yakin
mereka bertujuan baik untuk mutu pendidikan di Indonesia. Tidak mungkin
kan Pemerintah mau menjerumuskan kita. sampai sejauh ini aku sungguh
bangga sama Indonesia :)
Memang
ini merupakan kritikan dari anak kecil yang tidak penting seperti aku :D. Tapi
setidaknya aku sudah berusaha menyampaikan apa yang selama mengganjal dalam
lubuk hati aku (ciee elah). Maaf ya kalau analisanya tidak masuk akal. Tapi aku
sedang berusaha mengamalkan UUD 1945 tentang kebebasan mengeluarkan pendapat (aku
lupa pasal berapa sih? :P) Saranku, sebagai anak Indonesia jangan takut untuk
mengkritik jika itu memang salah. Tapi harus dengan bahasa yang sopan tentunya.
Insyaalah dengan kesopanan itu kita justru akan lebih didengarkan oleh orang
banyak ketimbang perilaku anarkhis. Setuju?
makane dadi guru ntip :D
ReplyDeletehaha menggurui diri sendiri aja belum bisa,apalagi orang lain -_-
ReplyDelete